KEPRIBADIAN PENDIDIKAN INDONESIA
Di tulis Oleh : YUSUF WAHYU PRAMONO
Berbicara
mengenai pendidikan dinegeri ini memang tidak akan pernah ada habisnya.Didalam
UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian
pendidikan: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, banga dan negara. sudahkan
pendidikan kita sesuai dengan isi UU terebut? jawabannya tentulah belum.
Kondisi pendidikan kita saat ini begitu
menyedihkan. ada banyak hal yang harus dibenahi dalam pendidikan kita ini,
mengingat pendidikan adalah investasi masa depan bangsa dan
pengaruh dinamis terhadap perkembangan jasmani dan rohani atau kejiwaan
anak bangsa kita , dimana mereka dididik agar bisa meneruskan gerak
langkah kehidupan bangsa ini agar menjadi bangsa yang maju, berpendidikan dan
bermoral. ini tentunya akan menjadi tugas dan tanggung jawab banyak pihak ,
orang tua, para pendidik (sekolah), masyarakat dan juga pemerintah. kewajiban
kita untuk mengembalikan kondisi pendidikan kita ini agar menjadi pendidikan
yang terbaik, bermutu serta cerdas dalam IPTEK dan IMTAQ. pendidikan
yang bertujuan untuk membentuk generasi muda menjadi manusia haruslah
menyangkut unsur-unsur spiritual, moralitas, sosialitas dan rasionalita, tidak
hanya menekankan segi pengetahuan saja (kognitif)tetapi harus menekankan segi
emosi, rohani dan hidup bersama. begitu juga dengan Ujian Nasional yang
pemerintah canangkan sebagai bentuk penilaian terhadap hasil belajar siswa.
kegiatan ini hendaknya tidak hanya sekedar menguji akan kemampuan siwa dalam
hal lmu pengetahuan, akan tetapi juga menguji akan kemmpuan siswa
dalam kerohaniannya. sesuai dengan tujuan dalam UU bahwa peserta didik
hendaknya memiliki kekuatan spiritual keagamaan.
Peserta
terbunuhnya praja IPDN akibat pemukulan yang dilakukan seniornya telah
mencoreng muka dunia pendidikan di indoneia. praja yang dididik untuk menjadi
pengayom masyarakat malah menjadi pembunuh yang berdarah dingin.
peristiwa IPDN tersebut merupakan salah satu dari bentuk penerapan
sistem pendidikan yang sangat buruk. agar sistem pendidikan itu baik harulah
memenuhi unsur-unur seperti yang tercantum diatas, tak lupa harus disertai
dengan pengaturan internal pendidikan itu sendiri yaitu adanya penentuan
kurikulum. kurikulum ini terkait dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai ,
artinya kurikulum yang menggambarkan kualitas lulusan yang akan
dihasilkan, agar tercipta proses yang handal dalam rangka menghasilkan output
yang memiliki mutu tinggi, berkepribadian baik, islami dan sesuai dengan harapan
UU No.20/2003 diatas.wallahu a’lam.
UN…, SIAPA YG TANGGUNG JAWAB???
Oleh : YUSUF
Beberapa tahun ini, dunia pendidikan di Indonesia sedang gencar dalam meningkatkan “mutu pendidikan” yang diukur dengan lulus tidaknya seorang siswa dalam menghadapi Ujian Nasional (UN). Sehingga diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas untuk mendongkrak kesuksesan di masa depan. Akan tetapi, kelulusan tidak diputuskan oleh sekolah yang bersangkutan melainkan ditetapkan oleh pemerintah dan diukur dengan standar nilai yang telah ditentukan.
Dengan
adanya peraturan yang seperti itu, maka seorang siswa divonis lulus jika nilai
yang dihasilkan dalam Ujian Nasional (UN) memenuhi standar nilai yang telah
ditentukan oleh pemerintah. Lalu apa artinya belajar sekian tahun di sekolah,
jika yang menentukan kelulusan hanya Ujian Nasional (UN) yang hanya terdiri
dari beberapa mata pelajaran saja. Tapi apa gunanya kita mempermasalahkan
keputusan pemerintah ini, toh peraturan ini telah dilaksanakan
dalam beberapa tahun ini. Tapi, apa yang terjadi dibalik Ujian Nasional (UN)?
Dari tahun ke tahun selalu saja ada kontroversi yang terjadi dalam pelaksanaan
Ujian Nasional (UN), dan kejadiannya pun bermacam-macam.
Pertama,
banyaknya siswa yang tidak lulus. Kontroversi ini lebih terasa di tingkat SMA.
Dalam kejadian ini siswa merasa di rugikan dengan adanya peraturan pemerintah
tentang Ujian Nasional (UN) melalui standarisasi nilai yang telah ditetapkan.
Siswa merasa pemerintah tidak adil, karena perjuangan siswa selama 3
tahun belajar di sekolah hanya dinilai dengan beberapa mata pelajaran yang
diujinasionalkan. Yang ironisnya, dari sekian banyak siswa yang tidak lulus
itu, ternyata ada pula siswa yang kesehariannya berprestasi di sekolah termasuk
ke dalam golongan siswa yang tidak lulus. Padahal siswa tersebut telah
dipastikan dapat menempuh Ujian Nasional (UN) dengan nilai yang sangat
memuaskan. Tapi kenyataan berkata lain, sungguh menyedihkan.
Kedua,
adanya kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Dengan adanya
kontroversi yang pertama, intansi sekolah merasa takut dan pesimis terhadap
kemampuan para siswanya. Dengan itu sekolah pun berupaya agar para siswanya
100% lulus, tapi sayang jalan yang ditempuh oleh beberapa intansi sekolah
sangatlah tidak sportif, yaitu dengan cara membantu siswa dalam mengisi jawaban
soal Ujian Nasional (UN) dengan memberikan jawaban soal kepada siswa. Yang
anehnya, mengapa soal Ujian Nasional (UN) dapat dengan mudah jatuh ke tangan
beberapa intansi sekolah. Padahal soal-soal tersebut telah dijaga dengan seaman
mungkin, tapi tetap saja itu tidak menjamin.
Ketiga,
dengan adanya kontroversi yang kedua, menjadi pemicu bagi siswa untuk
berleha-leha dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) karena siswa berpikiran
pasti dibantu oleh sekolahnya toh tidak ada intansi
sekolah yang menginginkan siswanya tidak lulus. Dengan demikian, apakah semua
ini yang disebut meningkatkan “mutu pendidikan”?
0 komentar:
Posting Komentar